LOMBOK TIMUR – Ketua Forum Komunikasi Kepala Desa (FKKD) Lombok Timur, M. Khairul Ihsan, secara tegas mengkritisi janji politik yang dilontarkan oleh salah satu calon Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal, yang berjanji akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 500 juta untuk setiap desa di NTB. Menurut Khairul, janji tersebut sulit untuk direalisasikan, bahkan hampir mustahil mengingat keterbatasan anggaran yang dimiliki Pemerintah Provinsi NTB saat ini.
“Itu hanya janji politik yang tidak masuk akal dan sangat sulit dilaksanakan,” tegas Khairul Ihsan.
Ia menambahkan bahwa hampir semua kepala desa di Lombok Timur sudah memahami situasi ini dan tidak akan terpengaruh oleh program yang dianggapnya sebagai janji kosong.
Menurutnya, dengan kemampuan anggaran provinsi yang terbatas, mengalokasikan dana sebesar Rp 500 juta per desa jelas tidak realistis. Janji ini dianggapnya lebih sebagai strategi politik untuk memikat hati para pemilih tanpa mempertimbangkan aspek praktis dan kemampuan keuangan daerah.
Khairul Ihsan mengungkapkan bahwa sebagai calon pemimpin, Lalu Muhammad Iqbal seharusnya lebih fokus pada pengelolaan anggaran yang realistis dan disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.
“Mestinya calon gubernur berpikir tentang bagaimana mengalokasikan anggaran yang sesuai dengan kebutuhan tiap desa, bukan sekadar melempar janji politik yang sulit diwujudkan,” ujarnya.
Menurut Khairul, intervensi pemerintah provinsi seharusnya tidak hanya melalui dana Pokok Pikiran (Pokir) DPRD NTB, tetapi juga lewat kebijakan yang lebih merata bagi desa-desa yang tidak mendapatkan alokasi dana Pokir.
Merujuk pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) NTB Tahun Anggaran 2025, total belanja daerah diproyeksikan mencapai Rp 5,7 triliun. Namun, sebagian besar anggaran sudah dialokasikan untuk belanja pegawai, belanja terikat, dan belanja operasional lainnya.
Rincian anggaran tersebut mencakup belanja pegawai dan belanja terikat sebesar Rp 3,2 triliun, belanja Pokir DPRD Rp 256,8 miliar, belanja mandatori dan insentif daerah Rp 114 miliar, belanja rutin perangkat daerah Rp 1,03 triliun, serta belanja operasional dan pelaksanaan urusan pembangunan Rp 1,07 triliun. Sisanya hanya Rp 33,6 miliar yang dialokasikan sebagai belanja bebas.
Jika janji politik Rp 500 juta per desa dilaksanakan, maka dibutuhkan anggaran sebesar Rp 570 miliar untuk 1.140 desa di seluruh NTB. Jumlah tersebut lebih dari separuh anggaran belanja operasional provinsi, yang pada akhirnya akan membatasi pelaksanaan program-program pembangunan lainnya yang sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Dengan kondisi anggaran seperti itu, janji politik tersebut hanya akan menghambat pencapaian visi misi pemerintah yang sudah direncanakan dengan baik,” tambah Khairul.
Lebih lanjut, Khairul Ihsan menekankan bahwa janji politik tidak boleh hanya menjadi alat untuk menarik simpati masyarakat tanpa memperhitungkan dampak jangka panjangnya.
Kepala desa, menurutnya, memerlukan solusi nyata dari pemimpin yang paham betul mengenai mekanisme pengelolaan anggaran dan prioritas pembangunan.
“Kita butuh pemimpin yang realistis dan benar-benar mengerti situasi di lapangan. Janji yang tidak masuk akal hanya akan menambah beban, bukan solusi,” pungkasnya. (PS)