SUMBAWA – Front Pemuda Pemuda Keadilan (FPPK) Pulau Sumbawa meminta aparat penegak hukum untuk menangkap dan memecat oknum hakim di Pengadilan Negeri Sumbawa. Pasalnya, oknum hakim tersebut diduga menerima suap. Oknum hakim setempat cenderung membela yang salah dan menyalahkan yang benar. Dan hampir semua putusan yang kontroversial, aneh, dan tidak logis ini dilakukan oleh oknum hakim yang sama.
Hal tersebut disampaikan Ketua FPPK Pulau Sumbawa, Abdul Hatap saat bersama massanya menggelar aksi demo di Kantor Pengadilan Negeri Sumbawa, Rabu (6/11/24).
Hatap mengambil contoh dua kasus yang putusannya sangat aneh. Putusan ini dilakukan oleh majelis hakim yang dipimpin Jhon Michael Leuwol SH. Pertama, perkara perdata No. 3/Pdt.G/2024/PN.Sbwa yaitu sengketa tanah dengan penggugat Ali BD dan tergugat Sri Marjuni Gaeta dkk.
Dalam perkara ini, Ali BD mengklaim lahan milik Sri Marjuni Gaeta dkk yang bersertifikat SHM No. 1180 dan SHM No. 1181. Dalam mengklaim tanah ini, Ali BD menjadikan dasar SHM SHM No. 507 dan 511 yang dikantonginya. Padahal fakta hukum, fakta lapangan dan dokumen tanah, batas-batasnya sudah berbeda. Dalam SHM No. 507 dan 511 yang dijadikan Ali BD sebagai dasar gugatan, laut berada di sebelah utara.
Sedangkan fakta lapangan dan dokumen, laut berada sebelah barat. Artinya lanjut Hatap, lahan yang disengketakan oleh Ali BD bukan bagian dari SHM 507 karena sangat jelas batas-batasnya berbeda. Atau tanah yang diklaim oleh Ali BD tidak berada di lokasi yang dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta Dkk.
Namun di luar dugaan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sumbawa yang dipimpin Jhon Michael mengabulkan gugatan penggugat (Ali BD).
Kemudian kasus kedua, adalah perkara No. 27/Pdt.G.S/2024/PN.Sbw tentang hutang piutang antara Sri Dewi Astuti dengan Risqi Wardani. Dalam perkara ini ungkap Hatap, Risqi meminjam uang Rp 315 juta kepada Sri Dewi dengan batas waktu selama 6 bulan sejak Tahun 2022. Namun tahun 2024, tidak ada itikad baik dari peminjam untuk membayar hutangnya.
Sri Dewi mengajukan gugatan ke PN Sumbawa. Tapi putusan majelis hakim justru membuat Sri Dewi gigit jari. Hakim memutuskan perkara itu tidak bisa diteruskan. Karenanya, Hatap menduga hakim telah menerima suap.
Sulitnya mendapat keadilan di PN Sumbawa, Hatap pun mengambil upaya hukum melaporkan majelis hakim PN Sumbawa yang menangani dua perkara itu ke Komisi Yudisial RI. Dari laporan ini, Ia mendesak agar majelis hakim itu dipecat dan diproses hukum. “Mereka diduga telah melanggar kode etik dan pedoman prilaku hakim. Mohon kiranya diperiksa, dipecat dan ditangkap,” pinta Hatap.
Ketua Pengadilan Negeri Sumbawa melalui Humas, Fransiskus Xaverius Lae SH yang dikonfirmasi terpisah, mempersilahkan siapapun untuk melapor. Sebab hak setiap warga negara untuk mencari keadilan. Tentunya laporan itu harus disertai bukti-bukti.
Demikian dengan masyarakat yang merasa tidak puas dengan putusan hakim PN Sumbawa, Fransiskus mempersilahkan melakukan upaya hukum lain yang disiapkan oleh negara, yaitu banding, kasasi hingga Peninjauan Kembali (PK).
Kemudian persoalan perkara hutang piutang yang diajukan Sri Dewi Astuti, dalam pertimbangan hakim tidak masuk materi perkara atau bukan masuk dalam gugatan sederhana. Penggugat disarankan melakukan gugatan biasa. “Bisa diajukan gugatan. Silakan, kita siap memprosesnya,” demikian Fransiskus. (PS)