SUMBAWA – Pasca Pemeriksaan Setempat (PS) terhadap obyek tanah sengketa antara Sri Marjuni Gaeta dkk (tergugat) dengan Ali Bin Dachlan selaku penggugat, persidangan kembali dilanjutkan.
Pada persidangan yang berlangsung Selasa (30 Juli 2024) ini, Ketua Majelis Hakim John Michel Leuwol SH, didampingi Reno Hanggara SH, dan Yulianto Thosuly SH, memeriksa dua saksi yang diajukan penggugat. Yaitu Ahmad Kamaruddin selaku perantara Ali BD terkait jual beli tanah dan Ny. Muaiman—karyawan Bank BSK yang ownernya adalah Ali BD.
Kedua saksi ini dicecar pertanyaan oleh Tim Kuasa Hukum Tergugat, Abdul Hafiz SH, dan Sahrir Ramadhan SH, terkait letak dan batas-batas tanah yang digugat. Saksi Ahmad yang mengaku menjadi perantara dalam jual beli tanah, lebih banyak menjawab tidak tahu dan mengaku mendengar cerita dari orang lain.
“Saksi Ahmad tidak pernah melihat dokumen jual beli, apalagi menyaksikan langsung proses jual beli ini. Dia hanya mendengar proses itu dari cerita orang lain,” beber Hafiz.
Sedangkan saksi Ny. Muaiman justru mengaku mengetahui batas dan letak tanah itu berdasarkan gambar dan data, bukan mengalami atau melihat langsung di lapangan. Setelah keterangan kedua saksi dirasakan cukup, majelis hakim menutup sidang dan dilanjutkan pada 6 Agustus mendatang, dengan menghadirkan dua orang saksi lagi dari penggugat.
Ditemui usai sidang, Tim Kuasa Hukum Tergugat, Abdul Hafiz SH, yang didampingi Sahrir Ramadhan SH, menilai saksi yang diajukan penggugat adalah saksi testimony d’audito, yaitu saksi yang bercerita di atas cerita, sehingga keterangannya dinilai kabur.
Dikatakan Hafiz—sapaan pengacara ini, obyek yang digugat Ali BD adalah obyek tanah dengan sertifikat 507. Namun obyek dimaksud bukan di lokasi yang dijadikan obyek gugatan oleh penggugat. Sebab obyek yang digugat penggugat itu telah bersertifikat dengan batas-batas yang jelas dan memiliki titik koordinat.
Apalagi dalam keterangan saksi penggugat menyebutkan sebelah utara berbatasan dengan laut, padahal fakta lapangan laut itu berada di sebelah barat. Demikian dengan sebelah selatan, yang sebenarnya dengan tanah Adiman sesuai fakta lapangan, tapi saksi penggugat menyebutkan berbatasan dengan nama lain.
Karena itu sertifikat 507 yang dijadikan acuan oleh Ali BD, ungkap Hafiz, tidak identik dengan obyek yang disengketakan. Dan pihaknya tidak mengetahui dimana obyek SHM 507 itu berada. “Adanya tumpang tindih sertifikat itu hanya klaim sepihak dari penggugat (Ali BD). Klaim ini tidak bisa dibuktikan secara administrasi termasuk fakta lapangan,” tukasnya.
Kemudian lanjut Hafiz, saksi yang diajukan penggugat atas nama Ny. Muaiman adalah karyawan BSK, yang merupakan bawahan dari penggugat. Ketika saksi tersebut memiliki hubungan kerja, maka jelas keterangannya subyektif. “Ini akan kami masukkan dalam kesimpulan nanti. Agar bisa menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara ini,” pungkasnya. (PS)