Oleh : Warda Diantari
Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Mahasiswa Universitas PGRI Kanjuruhan Malang
Barapan Kebo adalah acara tradisional terbaik untuk sandro, joki, dan kerbau saat musim tanam Sumbawa dimulai. Tradisi Barapan Kebo tidak hanya dilaksanakan di Pamulung, tetapi juga ada di desa Moyo Hulu, Senampar, Poto, Lengas, Batu Bangka, Maronge dan Utan sebagai acara budaya khas Sumbawa. Barapan kebo atau karapan kerbau merupakan permainan rakyat yang ada di Pulau Sumbawa, tepatnya di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Barapan kebo ini merupakan suatu tradisi masyarakat agraris Sumbawa termasuk Sumbawa Barat yang hingga kini masih hidup di “Tanah Samawa” (sebutan lain bagi Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat).
Tradisi ini digelar oleh masyarakat Suku Samawa setiap menjelang musim tanam tiba.Konon ceritanya, barapan kebo merupakan acara selamatan yang muncul dari tradisi bertani masyarakat “Tanah Samawa”.
Berangkat dari keinginan untuk menjadikan tanah yang mestinya siap ditanami padi sebanyak tiga kali. Dikarenakan jenis tanah di Pulau Sumbawa yang umumnya adalah tanah liat, maka barapan kebo diselenggarakan dengan tujuan untuk membantu petani dalam membajak sawah agar tanah yang akan ditanami dapat teroptimalkan dengan baik.
Barapan Kebo ala Sumbawa atau Karapan Kerbau diadakan pada awal musim tanam padi. Tapak atau arena Barapan Kebo merupakan sawah yang basah atau tergenang air setinggi lutut. Perlakuan pemilik Barapan Kebo Buffalo dalam jargonnya sama dengan percobaan Jaran Utama. Kerbau peserta dikumpulkan 3 atau 4 hari sebelum acara budaya untuk diukur tinggi dan umurnya. Ini harus menentukan di kelas mana kerbau bisa bertanding.
Durasi atau lamanya acara ditentukan oleh berapa banyak kerbau yang ikut serta dalam acara budaya Barapan Kebo. Hal yang membuatnya sangat berbeda dengan Karapan Sapi Madura atau Mekepung di Bali adalah peragaan ilmu tarung Sandro dan para joki adu kumbari ketika tongkat Penghalang Sandro “Sakak” dapat menyentuh tenaga lari kerbau.
Dengan bantuan joki cadangan Sandro dan kerbau yang berpartisipasi. Pasangan kerbau yang menjadi juara adalah pasangan kerbau yang paling cepat mencapai garis finis dengan cara menyentuh atau menjatuhkan garis finis yang disebut sakak.
Selain itu istilah-istilah yang digunakan pada aksesoris dan moment budaya Barapan Kebo juga tak kalah unik, diantaranya adalah :
• Noga : adalah kayu penjepit leher penyatu sepasang jargon Barapan.
• Kareng : adalah tempat berdiri atau bilah pijakan kaki sang joki barapan yang dirakit berbentuk segitiga.
• Mangkar : adalah pelecut atau pecut pemacu kerbau Jargon.
• Sandro : adalah Sebutan untuk orang-orang sakti dengan ilmu supranatural ala sumbawa yang dimiliki dengan pakaian khas berwarna serba hitam.
• Lawas : adalah lantunan syair pantun daerah sumbawa yang dilakukan diantara terikan kemenangan sang joki, saat kerbaunya mampu menyentuh dan menjatuhkan tanpa sedikitpun terjatuh dari kareng-nya.
• Ngumang : adalah sesumbar kemenangan sebagai pemikat wanita penonton barapan dan merayu-rayu dengan lantunan lawas yang dikuasainya.
Kemeriahan akan selalu tercipta saat barapan kebo diadakan. Para pemilik kerbau dengan antusias mendatangkan kerbau pilihan untuk ditandingkan dengan kerbau lainnya.
Biasa diadakan sebelum dan setelah musim panen, barapan kebo merupakan wujud rasa syukur masyarakat Sumbawa kepada Yang Maha Kuasa, sekaligus menjadi cara untuk menggemburkan tanah. Selain itu, barapan kebo juga menjadi penyambung silaturahmi masyarakat Sumbawa terhadap sesama dengan berbagi kebahagiaan. (*)