SUMBAWA – Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sumbawa, menggelar sosialisasi dan bimbingan perwakinan pra nikah remaja usia sekolah. Kegiatan ini digelar di SMA Negeri 1 Sumbawa, Selasa (1/3).
Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kabupaten Sumbawa, H. Faisal Salim, S.Ag mengatakan, sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada siswa terkait bahaya nikah di usia dini.
Berdasarkan data Pengadilan Agama Kabupaten Sumbawa, sebut Ustadz Echank, sapaan akrabnya, setidaknya lebih dari 20 kasus pernikahan di bawah umur yang terjadi dalam kurun waktu dua bulan. Yakni periode Januari-Februari 2022. Parahnya lagi, kebanyakan di antara mereka diketahui hamil di luar nikah.
”Data di PengadilanAagama, nikah dini hingga bulan Januari-Februari 2022 terdapat 21 kasus. Nikah usia di bawah 19 tahun. Hampir rata-rata usia sekolah. Penyebabnya banyak. Salah satunya itu tadi, hamil di luar nikah,” ungkapnya.
Kondisi itu tentu sangat disayangkan pihak Kemenag. Sebab remaja usia mereka seharusnya mengenyam pendidikan untuk mengejar cita-cita.
Sosialisasi serupa akan terus digencarkan ke sejumlah sekolah-sekolah umum di Kabupaten Sumbawa. Selama ini, kata dia, sosialisasi bimbingan perkawinan remaja usia sekolah hanya terbatas di lingkungan pondok pesantren dan madrasah.
Dengan sosialisasi itu, siswa diharapkan mendapat pamahaman akan bahayanya nikah dini. ”Dampak negatif banyak. Terutama dari segi kesehatannya. Karena serba belum siap, kadang-kadang usia perwakinan pendek, putus di tengah jalan,” terang Ketua PD Muhammadiyah Sumbawa itu.
Sementara itu, orang tua dan pihak sekolah diharapkan untuk lebih berperan aktif mengawasi anak. Jangan sampai anak salah pergaulan apalagi sampai terjerumus dalam pergaulan bebas.
Kepala SMAN 1 Sumbawa, Drs. H. Muhammad, M.Pd, menyambut baik sosialisasi oleh Kemenag. Sosialisasi semacam ini dinilai sangat penting untuk menekan kasus pernikahan anak di usia sekolah.
Khusus di sekolahnya kata mantan Kepala SMAN 2 Sumbawa ini, memiliki program tersendiri untuk mengantisipasi munculnya kasus pernikahan dini. Mulai dari program pembinaan yang digelar setiap hari sebelum proses belajar mengajar, pembinaan rutin oleh wali kelas hingga pembinaan terpusat melalui Imtaq dan upacara bendera.
”Ada juga WA paguyuban kelas, orang tua dan wali kelas di dalamnya. Ada juga tata tertib sekolah,” imbuhnya.
Di samping itu, pihak sekolah juga menggandeng orang tua dalam hal pengawasan anak saat tidak berada di lingkungan sekolah.
Dalam hal ini para orang tua ditekankan untuk memberikan perhatian dan pengawasan melekat. Termasuk mengontrol penggunaan HP dan internet yang dinilai rentan dengan penyalahgunaan. (PS)